JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati memberi catatan atas Pidato Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN 2023 beserta Nota Keuangannya pada Rapat Paripurna DPR RI.
Adapun tema kebijakan fiskal yang diusung oleh Pemerintah pada tahun 2023 'Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan', Menurut Anis, perekonomian Indonesia memiliki tantangan yang tidak ringan dalam menghadapi kondisi ketidakpastian global yang masih tinggi pada tahun 2023. Karena itu, pemerintah harus fokus benahi inflasi dan kesejahteraan rakyat.
Baca juga:
Jelang Tahun Baru, Forkopimda Rakor Terbatas
|
“Pidato Presiden Joko Widodo tersebut menunjukkan tantangan ekonomi global yang tidak ringan, serta bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi tantangan tersebut, " ujarnya kepada media, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Menurut Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini, Indonesia masih memiliki sejumlah persoalan mendasar yang mesti diselesaikan terlebih dahulu. Selain itu, Pemerintah perlu membuat skala prioritas terhadap proyek pembangunan yang berskala besar. Selain itu, jelasnya, Indonesia juga masih memiliki masalah struktural yang seringkali menghambat jalannya pembangunan. Di antaranya, lanjut Anis, kualitas sumber daya manusia yang rendah, infrastruktur yang belum memadai, kurangnya produktivitas dan daya saing.
“Serta, birokrasi, institusi dan regulasi yang tidak efisien, serta belum bebas dari praktik moral hazard khususnya korupsi, " jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. Demikian pula target pertumbuhan ekonomi 2023 yang diperkirakan sebesar 5, 3 persen. Menurut Anis, hal itu akan sangat sulit untuk dicapai. Hal ini tidak lepas dari kondisi pertumbuhan ekonomi hingga Triwulan II Tahun 2022 lebih banyak ditopang oleh terjadinya windfall akibat tingginya harga komoditas pangan dan energi di pasar internasional. “Diperkirakan windfall tersebut akan segera berakhir pada tahun 2023, " kata Anis.
Bahkan lembaga International Monetary Fund (IMF), tambah Anis, memprediksi pertumbuhan ekonomi global melambat signifikan dari 6, 1 persen di tahun 2021 menjadi 3, 2 persen di tahun 2022 dan 2, 9 persen di tahun 2023. "Pemerintah harus bisa mempertahankan kinerja ekspor dan meningkatkan laju investasi dan tingkat konsumsi masyarakat untuk bisa mencapai target angka pertumbuhan tersebut, " ujarnya.
Karena itu, Anis mengingatkan agar Pemerintah dan BI perlu ekstra kerja keras dan waspada untuk menjaga laju inflasi yang akan terus meningkat, seiring dengan tingginya harga komoditas pangan dan energi di pasar Internasional. Sehingga, target inflasi tahun 2023 sebesar 3, 30 persen perlu dijaga secara ketat, pasalnya hingga Juli 2022 tingkat inflasi Indonesia sebesar 4, 9% (yoy). Bahkan, pada Juli 2022 indeks harga komoditas kelompok pangan telah melonjak lebih dari 10, 47 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy).
“Kenaikkan harga pangan dinilai telah melebihi batas wajar, mestinya inflasi pangan tidak boleh lebih dari 5 persen atau 6 persen. Inflasi tinggi akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Beban APBN dalam menjaga stabilitas harga energi dan pangan, akan berdampak terhadap anggaran subsidi dan kompensasi energi yang semakin meningkat, " tutup legislator dapil DKI Jakarta I tersebut. (rdn/sf)