Untungkan Elit, Agraria Institute Ingatkan Menteri AHY Soal Redistribusi eks HGU Rejo Sari Bumi Unit Tapos 

    Untungkan Elit, Agraria Institute Ingatkan Menteri AHY Soal Redistribusi eks HGU Rejo Sari Bumi Unit Tapos 
    Photo Istimewa

    BOGOR - Kordinator daerah (Korda) Bogor Agraria Institute sebuah lembaga kajian pertanahan dan tata ruang, Ahmad Yani meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terlebih dahulu melakukan kajian maupun pengecekan secara optimal dalam menjalan kebijakan program redistribusi lahan eks PT Rejo Sari Bumi (RSB) unit Tapos karena lahan-lahan tersebut tidak lagi dikelola atau digarap oleh masyarakat tapi sudah dikuasai perorangan alias tuan tanah. 

    Nawacita Reforma Agraria yang tertuang dalam Peraturan Presiden No 86 tahun 2018 dan PP Nomor 41/1964 seakan tidak berlaku di wilayah Kabupaten Bogor khsusnya di lahan Redistribusi unit Tapos Desa Cibedug, Ciawi Bogor.

    " Masyarakat tidak lagi menguasai lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos, karena lahan garapan mereka sudah di over alihkan ke perorangan alias tuan tanah. Jadi, program redistribusi lahan hanya akan menguntungkan elit bukan masyarakat, " ungkap Ahmad Yani kepada wartawan, Rabu (24/04/2024). 

    Dari hasil penelitian, kata dia lagi, praktik pemindahan penguasaan lahan dari para petani penggarap kepada perorangan (tuan tanah, red) yang dikenal dengan istilah over alih garapan melibatkan perantara yang disebut biong tanah. Peran pemerintah desa (pemdes) setempat dalam hal ini, tambah Yani, dengan cara mengeluarkan surat keterangan garap. Artinya, praktik over alih lahan dari petani penggarap kepada tuan tanah diketahui dan dicatat pemerintah desa. 

    " Ada keuntungan yang diterima pemerintah desa dari proses over alih lahan dari petani penggarap kepada perorangan alias tuan tanah. Soal untung yang diterima kepala desa tergantung luas lahan yang dioveralihkan, " tambahnya. 

    Kebijakan redistribusi lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos pada 2015 silam, sambungnya, terungkap fakta dilapangan bahwa sertifikat yang diserahkan Presiden Jokowi ternyata lahan di blok I, II dan III seluas hampir 14 hektar ternyata milik seorang tuan tanah yang belakangan diketahui bernama H Aceng Burhan. 

    " Saat itu, untuk lahan blok I, II dan III diserahkan sebanyak 48 sertifikat. Masyarakat dipinjam identitasnya agar lahan itu bisa disertifikatkan padahal mereka tidak lagi menguasai lahan tersebut, persoalan ini harus menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali, " jelasnya. 

    Terbitnya sertifikat hasil pengajuan redistribusi, lanjutnya, melalui proses pengajuan hak ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor dengan catatan pemohon harus merupakan warga setempat dengan luasan lahan maksimal 1 hektar, kemudian diterbitkan Izin Pengalihan Hak (IPH) dan dokumen lainnya oleh BPN. 

    " Lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos mayoritas dikuasai perorangan bukan petani penggarap, jika ada pengajuan atau permohonan untuk sertifikat melalui redistribusi perlu ditelusuri secara optimal, " pintanya. 

    Salah satu kasus dugaan penguasaan lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos oleh perorangan alias tuan tanah, dibenarkan H Damang Siregar, tokoh masyarakat di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi. Ia menuturkan, saat ini hampir 90 hektar lahan yang awalnya digarap oleh petani kini sudah beralih kepada perorangan alias tidak lagi digarap masyarakat setempat. 

    " Yang menguasai lahan ada beberapa orang, mereka membeli dari para petani penggarap dengan istilah over alih garapan luasnya ada yang 4 hektar bahkan puluhan hektar. Dalam proses over alih garapan itu, pemerintah desa mendapatkan bagian antara 3 ribu hingga 5 ribu per meter, " jelasnya. 

    Praktik over alih garapan di lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos yang berada di Desa Cibedug, masih kata dia, terjadi beberapa waktu lalu seluas hampir 7 ribu meter. Dari proses peralihan itu, kepala desa diduga menerima Rp5 ribu rupiah per meter dan surat keterangan garap maupun surat over alih dikeluarkan pemerintah desa untuk pegangan pihak yang menerima over alih lahan. 

    " Kalau harga dari petani penggarap dengan penerima garapan itu tergantung kesepakatan para pihak, proses itu diketahui pemerintah desa, " tuturnya. 

    Kepala Desa (Kades) Cibedug Deni Setiawan, dikonfirmasi tidak berada di kantor. Saat dihubungi via selulernya, Kades membantah telah terlibat atau pun menerima sejumlah uang dari hasil proses over alih garapan dari para petani penggarap. 

    " Itu tidak benar dan berbau fitnah. Saya tidak pernah terlibat apalagi menerima hasil over alih lahan dari petani penggarap ke pihak lain, " singkat Kades.

    Lebih lanjut, Kasus dugaan over alih lahan redistribusi yang baru saja berjalan 8 tahun ini, semakin memuncak paska Menteri AHY berfokus kepada pemberantasan mafia tanah, terlebih tim investigator Agraria institute satu persatu menemukan dugaan pelanggan hukum di wilayah lahan redistribusi eks HGU Rejo Sari Bumi Unit Tapos.

    Tim Investigator Agararia Institute itu tidak mau membeberkan secara gamlang terkait temuanya, hanya saja pihaknya memberikan gambaran kasus eks HGU Rejo Sari Bumi berpotensi konflik dikemudian hari, namun analisa konflik agraria di lahan itu bisa dicegah jika menteri AHY segara menata dan menangkap aktor aktor mafia tanah eks HGU Rejo Sari Bumi. 

    " Sedang dikaji data data yang kami temukan dilapangan, semoga kajian ini menjadi laporan khusus untuk bapak Menteri", katanya.***(Tim/red)

    agraria institute menteri atr bpn ahy tapos hgu pt rejo sari bumi
    Suferi

    Suferi

    Artikel Sebelumnya

    PERS.CO.ID: Cara Baru Bermedia!

    Artikel Berikutnya

    Sumbar Dukung Kongres IPNU Tahun 2021 Diadakan...

    Berita terkait