JAKARTA – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra mengatakan butuh peran lebih Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) menyelesaikan konflik pertanahan, salah satunya yang terjadi di Desa Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur.
Hal ini diungkapkannya saat menerima audiensi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) terkait penyelesaian konflik di Desa Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur.
Baca juga:
Jelang Tahun Baru, Forkopimda Rakor Terbatas
|
Dalam siaran resminya yang diterima InfoPublik, Jum'at (21/1/2022), Wamen ATR/Waka BPN menyampaikan GTRA dibentuk sebagai pelaksana Reforma Agraria yang bertujuan mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah serta menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Menyelesaikan konflik agraria ini, katanya, harus mempertimbangkan riwayat hak guna usaha (HGU) yang dimiliki perusahaan dan riwayat penguasaan fisik yang dimiliki masyarakat.
“Memang dalam menangani laporan seperti ini kami harus mempertimbangkan beberapa hal, ” ujarnya.
Ia pun merekomendasikan agar dilakukan pemeriksaan ulang terhadap data-data yang dimiliki perusahaan maupun masyarakat. Ada kemungkinan di mana tanah tersebut menjadi tanah kolektif yang nantinya akan dimiliki bersama oleh warga Desa Pakel.
“Kurang lebih sudah mulai terbayang, tapi memang ada prosedur, ada kebutuhan informasi yang lebih lengkap. Usulannya kan tadi untuk mengecek ulang, uji forensik. Nanti pun harus ada negosiasi pengusaha dari pemilik HGU atau Perhutani (Perusahaan Umum Kehutanan Negara). Ini menjadi tantangan. Informasi awal sudah didapat tinggal kita minta data yang detail. Siapa orang, di mana yang dikuasai yang sudah existing, kebutuhan di mana lagi untuk bersama mungkin seluruh warga kampung menjadi tanah kolektif, mungkin bisa begitu, ” tutur Surya Tjandra.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Penataan Agraria, Andi Tenrisau. Menurutnya, Reforma Agraria hadir untuk menyelesaikan konflik agraria, salah satunya dengan memberikan akses dan legalisasi aset kepada masyarakat.
“Dalam perspektif Ditjen Penataan Agraria sebagai pelaksana Reforma Agraria, ini bagian yang memang harus segera kita tangani. Kita tahu bersama bahwa Reforma Agraria hadir untuk salah satunya menyelesaikan konflik, memberikan akses kepada masyarakat pada sumber-sumber kehidupan, itu bagian concern dan pemerintah sekarang sangat memprioritaskan kegiatan ini, ” terangnya.
Turut hadir, Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP), R.B. Agus Widjayanto. Dalam kesempatan ini ia menegaskan pentingnya semua pihak untuk mempunyai pemahaman yang sama untuk menemukan satu kata sepakat. Dalam hal ini ia memastikan untuk melakukan penelitian dan pengkajian terhadap data-data.(***)