Sehat Bermedia Sosial, Hindari Vandalisme Digital

    Sehat Bermedia Sosial, Hindari Vandalisme Digital

    SURABAYA – Lewat media sosial masyarakat dapat dengan mudah berinteraksi satu sama lain. Meskipun banyak memiliki keuntungan, beberapa masyarakat menyalahgunakan sosial dengan melakukan vandalisme digital. Vandalisme digital sendiri memiliki beberapa bentuk seperti, penyebaran kebencian, kekerasan secara verbal melalui teks, pelabelan, dan scam.

    Pakar Komunikasi Digital UNAIR Prof Rachmah Ida Dra MCom PhD, Rabu (31/8/2022) mengungkapkan, media sosial membawa dampak yang luar biasa pada kultur komunikasi. Adanya kesempatan menyamarkan wujud dan identitas, membuka ruang sebagian orang untuk mengolok-olok seseorang lainnya.

    “Perubahan kultur komunikasi tersebut akhirnya menggiring orang beramai-ramai melakukan ujaran kebencian. Padahal semua itu belum tentu benar. Jadi,  judge by the people ya, ” tutur Prof Ida.

    Melabeli Seseorang, Pelanggaran Budaya Komunikasi

    Tindakan vandalisme digital berbentuk ujaran kebencian sering kali membuat sebagian masyarakat memberikan julukan tersendiri bagi seseorang yang menjadi target kebencian. Guru Besar Ilmu Komunikasi UNAIR itu menuturkan bahwa pelabelan merupakan pelanggaran dari budaya komunikasi.

    “Pelabelan atau memberikan julukan itu tidak boleh. Itu merupakan bentuk dari diskriminasi. Masyarakat sekarang ini sering kali menjadi polisi, hakim yang lebih kejam dari lembaga hukum, ” tukasnya.

    Pakar Komunikasi Digital UNAIR Prof Rachmah Ida Dra MCom PhD.Berikan Dampak Psikologis Pada Korban Vandalisme Digital

    Selain itu, vandalisme digital juga dapat berpengaruh pada psikologis orang yang dilabeli oleh masyarakat tersebut. Hal tersebut dapat menjadi trauma panjang bagi korban pelabelan. Bahkan dapat menyebabkan anxiety attack yang sulit disembuhkan sendiri.

    “Hal itu tidak dipikirkan oleh masyarakat. Jika julukan-julukan kepada orang yang bersangkutan itu dianggap biasa secara social education itu tidak baik. Jika terus-menerus viral dan netizen terus melakukan itu, itu tidak baik, ” tukasnya.

    Literasi Digital Untuk Sehat Bermedia Sosial

    Pakar Komunikasi Digital UNAIR itu menyebutkan, masyarakat perlu diberikan diberikan literasi terkait dengan sehat bermedia sosial. Hal itu bertujuan untuk menghindari malfungsi dari media sosial, sehingga media sosial nantinya lebih banyak digunakan untuk membangun networking daripada melempar ujaran kebencian.

    “Perlu ada pemasyarakatan UU ITE juga dari pemerintah. Sehat bermedia sosial seperti bagaimana kita menggunakan medsos secara positif, menghindari cancel culture, ” jelasnya.

    Prof Ida berpesan, sebagai pengguna media sosial masyarakat perlu memilih dan memilah konten. Buang informasi yang menjadikan pengguna tidak sehat bermedia sosial.

    “Bijak bermedia sosial itu penting. Apalagi bagi generasi muda. Pengguna sehat tidak ikut ikutan membagi informasi yang tidak valid, ” tukasnya (*)

    Penulis: Alysa Intan Santika

    Editor: Feri Fenoria

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Bank Indonesia Luncurkan Buku Sejarah Heritage...

    Artikel Berikutnya

    Kontak Tembak Satgas Gakkum TNI-Polri, Dua...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Paul La Fontaine, Ayah yang Berjuang di Tengah Hukum yang Mandul
    100% Suara Hasil Quick Count LSI, Denny JA: Al Haris Unggul 60,92 Persen
    Pasaman Sambut Harapan Baru, Welly-Anggit Menang 36,1 Persen
    Hasil Hitung Cepat Pilwali Kota Kediri Vinanda-Gus Qowim Raih 57 Persen
    Bhabinkamtibmas di Telukjambe Timur Cooling System, Ajak Tokoh Masyarakat Jaga Pilkada Damai

    Ikuti Kami